Mitos Buaya Putih Dalam Upacara Perkawinan Di Kampung Curug Dahu

Artikel oleh Yuda Syah Putra, ISBI Bandung

Kata kunci: upacara adat, mitos, curug dahu, buaya putih

Sumber pengambilan dokumen: P 2017 PUT m

Relasi:

Dibuat: 07 Mei 2018

Abstraksi

Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur upacara adat perkawinan dan pertunjukan Buaya Putih di Kampung Curug Dahu. Mensignifikasi konsep denotasi dan konotasi Buaya Putih dalam upacara adat perkawinan di Kampung Curug Dahu, dan menganalisis mitos Buaya Putih dalam Upacara adat perkawinan di Kampung Curug Dahu.
Penelitian ini secara teoritis menawarkan model penelitian yang secara khusus mengkaji mitos Buaya Putih sebagai bagian dari ideologi masyarakat, guna memahami fenomena budaya yang lain dalam realitas kehidupan. Secara praktis Fungsi, makna ataupun nilai yang terkandung dalam unsur-unsur visual properti Buaya Putih dapat dijadikan cerminan oleh pembaca ataupun masyarakat serta dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan diawali dengan studi kepustakaan, observasi dan wawancara yang disertai dengan adanya dokumentasi. Objek dalam penelitian ini adalah Buaya Putih dalam upacara adat Sunda di Kampung Curug Dahu. Penelitian ini menggunakan teori Semiotika Roland Barthes.
Penguraian terhadap kode-kode dan mengidentifikasi Denotasi-konotasi yang telah terbentuk diperoleh pada level primer (denotasi), Buaya Putih adalah citra tentang kesuburan dan kesetiaan dalam pernikahan, sementara pada level pemaknaan sekunder (konotasi) Buaya Putih menjadi upaya menjalankan perintah agama, dalam hal ini agama Islam yang menjadi mayoritas di masyarakat Kampung Curug Dahu. Pada posisi pembacaan Barthes, Buaya Putih dalam konteks masa lalu merupakan pengalamiahan ajaran Islam. Dan dalam konteks masa kini bahwa pertunjukan tersebut sebagai sesuatu yang dapat menunjukan kondisi berkaitan dengan status sosial yang mereka miliki dan merupakan bentuk komersialisasi budaya.


The purpose of this research is to analyze the structure of traditional ceremonies of marriage and Buaya Putih performance in Kampung Curug Dahu. To identify the concept of denotation and connotation of Buaya Putih in traditional ceremony of marriage in Kampung Curug Dahu, and to analyze the myth of Buaya Putih in the ceremony of marriage in Kampung Curug Dahu.
This study theoretically offers a research model that specifically examines the myth of the Buaya Putih as part of the ideology of society, in order to understand other cultural phenomena in the reality of life. Practically the function, meaning or value contained in visual elements of the Buaya Putih property can be reflected by readers or the public and can be applied in everyday life.
The research method used is qualitative research method. Technique of collecting data which is done begins with literature study, observation and interview which accompanied by the existence of documentation. The object of this research is Buaya Putih in Sundanese traditional ceremony in Kampung Curug Dahu. This research uses Roland Barthes Semiotics theory.
Decomposition of the code and identify Denotation-connotation that has been formed is obtained at the level of primary (denotation), Buaya Putih is an image of fertility and fidelity in marriage, while at the level of meaning secondary (connotation) Buaya Putih is an attempt to run the religious orders, in terms of This is the religion of Islam that became the majority in Kampung Curug Dahu society. In Barthes"s reading position, the Buaya Putih in the context of the past is an expression of Islamic teachings. And in the present context that the show as something that can indicate conditions with regard to their social status and a form of commercialization of culture.

Hak Cipta

Copyright 2018 ISBI Bandung. Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.

Kontributor

#